Senin, 25 April 2011

DARAH JUANG Widji Dimana Dikau ? Pulanglah !! By. Lutfie & Ayiek “ASMA”*

Seorang lelaki berbicara cadel mengeja warna merah dalam bait-bait sajak, meleburkan nafasmu bersatu dalam peluh keringat, badan kurus kerempeng terpanggang matahari, diatas mimbar bangku-bangku perjuangan, lantang suaramu kau benturkan pada tembok-tembok kuasa. kau sebarkan benih, kelak menuai bunga yang mampu meruntuhkan dinding keangkuhan. Mencoba uraikan gambaran hidup dari pemahaman kaku. Meluluhkan pilar-pilar tirani dengan ketulusanmu. Kau angkat tangan kirimu ke atas sebagai simbol perlawanan.

Seiring gema doa yang diantar fajar menapak pagi dari anak-anakmu, yang menunggumu di beranda sembari dengarkan dongeng nenek tentang kecerdikan kancil yang lolos dari mulut buaya, satu keinginan yang belum terpenuhi coba diwujudkan pada cita-cita sederhana Pulanglah !!!. Lengkingan suara bagai buluh perindu, memanggil di kaki gunung, di pelosok pedesaan, disudut-sudut kota, diantara lumpur petani, dikerumunan buruh, menanti hadirmu kembali ditengah poster-poster mengacung.

Sebelas tahun kau tak pulang bagai ditelan bumi atau sengaja dikebumikan. karena kata-katamu kah? mereka menjadi penakut hingga kau terlenyap dan tak tahu dimana rimbamu. Badan kurusmu ternyata lebih lelaki dibanding mereka yang kekar terlatih tapi bernyali banci. Andai kau tlah berpulang, dimanakah pembaringanmu ?

Selembaran koran, selembaran jaman kita buka, ternyata bukan kau saja yang memenuhi rubrik tragedi. Seorang perempuan buruh pabrik mati, tubuhnya terbujur kaku karena slogan-slogan menuntut keadilan, seorang wartawan mati karena ketajaman penanya. Seorang partisi hukum mati coba menguak kebenaran, beberapa mahasiswa mati karena belajar dijalanan dengan orasi-orasi, memekakkan telinga penguasa. Kenapa Bunda pertiwi ? Bukankah mereka semua juga anak-anakmu, anak yang terlahir dari rahim yang sama?

Beberapa kasus, Tanjung Priok, Trisakti, Semanggi dan kasus-kasus lainnya masih menumpuk di meja, tak mampu terselesaikan. Menggunung, menutupi wajah peradilan negeri. Seorang pemuda berkata “Kami butuh Baharudin Loppa?” “Loppa telah Meninggal” Jawab Temannya. “Kami butuh Udin, Marsinah,......?” “Mereka telah mati kawan!”, “Widji Dimana Dikau?” “coba tanya sama Munir ?” timpalnya. “Kami butuh Munir ?”, “Tapi Munir telah berpulang!”, “Widji Dimana Dikau, pulanglah !!?”. mereka kebingungan dicari dikolong-kolong negeri, di laci-laci dunia tak ditemukan. Mereka kelelahan dan tertunduk lesu dipersimpangan jalan. “Padamu bunda pertiwi kami mengadu ?”

Bulan keemasan diatas punggung bukit bagai bola mata memerah. Saksikan sekelompok anak bermain “Jamuran” di teras rumah. Masih terngiang puisi Widji Thukul, Bunga dan Tembok dari corong speaker, memompa semangat, bergelora para buruh.

Seumpama bunga

Kami adalah bunga yang

Dirontokkan di bumi kami sendiri

Jika kami bunga

Engkau adalah tembok

Tapi ditubuh tembok itu telah kami sebar biji-biji

Suatu saat kami akan tumbuh bersama

Dengan keyakinan : engkau harus hancur!

Suara gemuruh bersautan ditengah para demonstran, jeritan memilu, atau tangis anak tukang becak, tukang sayur, di barak-barak pengungsian. Spanduk-spanduk membentang dijalanan, “Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan”, “Rakyat butuh bukti bukan janji !!!”. Di sudut timur langit diantara mega-mega putih terlihat senyum Marsinah, Munir, Widji Thukul, Udin, dan beberapa orang yang hilang, mereka mengulurkan kedua tangannya. Ingin merengkuh pada dekapan, “Teruskan Perjuangan kami, Jangan berhenti ditengah jalan !!”

Sekelompok pemuda dari berbagai elemen, berkumpul di bundaran, disimpang jalan, di gank-gank kota. Sembari mengepalkan tangan ke udara, samar-samar terdengar Lagu “Darah Juang”

Di negeri permai ini

Berjuta rakyat bersimbah luka

Anak kurus tak sekolah

Bunda desa tak kerja

Mereka dirampas Haknya

Tergusur dan lapar


Bunda relakan darah juang kami


Padamu kami berjanji


* Lutfie & Ayiek “ASMA”
Teater Sandal Jepit Margoyoso
· · Bagikan · Hapus

    • Abdul Kohar Ibrahim naskah ringkas bernas, menggugah gugat.
      salam kreatip.
      09 Agustus 2009 jam 12:33 ·
    • Putri Fajarahny Suara-suara yg pernah terlontar dijalanan pd thun 1998..
      Boleh mengkoreksi?
      Syair Darah Juang
      bukan "Bunda desa tak kerja.." tapi "pemuda desa tak kerja"
      lagu ini penciptanya sapa ya? Brotoseno atau Pramudya atau anak2 PMII ya? Tapi yg jelas pd era 90 an yaitu pd thn 98 bnyk dinyanyiin para aktivis..
      12 Agustus 2009 jam 0:52 ·

Tidak ada komentar:

Posting Komentar