Senin, 25 April 2011

PERLAWANAN DIAM ( Refleksi buat penguasa-penguasa lokal ) By. Aloeth Pathi*


          Perlawanan adalah upaya menentang dari seseorang atau sekelompok orang, atas sistem atau kondisi sosial, ekonomi, politik yang merasa diri dan kelompoknya tak nyaman, terdesak, terkuasai. Diwujudkan dalam bentuk tindakan-tindakan fisik maupun non fisik. Kalau kita memutar kembali pada waktu tahun- tahun perjuangan bangsa Indonesia. Bagaimana gigihnya rakyat Indonesia untuk melepaskan belenggu penjajahan. Keinginan bebas merdeka dilakukan dengan tindakan melawan baik dengan mengangkat senjata atau lewat tindakan koorperatif. Hal tersebut dapat mengenai langsung pada subyek yang di lawan. Bagaimana dengan Perlawanan diam. Berhasilkah ? merubah keadaan, sebab diam adalah tak bergerak. Obyek diam adalah Rakyat. Apakah sikap diam rakyat akan mampu menyita perhatian penguasa untuk menyenandungkan perubahan atau malah dimanfaatkan oleh penguasa untuk semakin mencengkram dengan aturan-aturan atau kebijakan yang menurut rakyat tidak masuk akal.

Perlawanan diam kalau berhadapan dengan pemimpin lalim & bebal kondisi tersebut dimanfaatkan untuk menguasai dan menginjak-injak hak rakyat. Beda kalau berhadapan dengan pemimpin yang memiliki nurani, Perlawanan diam tersebut akan dijadikan cermin, dan bahan intropeksi bagi penguasa. Seperti yang pernah di lakukan kawulo alit (rakyat) ketika rakyat unjuk rasa mengadakan Perlawanan diam terhadap keraton, dia akan duduk diam di alun-alun dede (berjemur di bawah terik matahari) sebagai sikap protes. Sampai Sri Sultan memanggilnya untuk mencari tahu kenapa rakyatnya melakukan tindakan tersebut. Itulah sikap pemimpin yang arif dan bijaksana, mencoba memahami apa yang menjadi persoalan rakyatnya.

Perlawanan Diam menentang penguasa dilakukan bila sistem telah menggurita di sekitar pemimpin yang tak mampu ditegur/sapa dengan perubahan. Melanggengkan status quo, tak membuka pintu untuk keluh resah rakyat. Apa bila dilakukan dengan unjuk kekuatan “Power show” akan berakibat fatal (anarki) dan harga yang ditanggung rakyat mahal sekali. Perlawanan diam bisa dijadikan perlawanan alternatif. Sikap apatis rakyat terhadap kebijakan-kebijakan penguasa. Masa bodo terhadap pemimpin. Sikap tersebut akan menjadi bumerang, bila tidak diantisipasi dan dipahami oleh pemimpin.

Bila Perlawanan diam dibiarkan terus bergulir, kemungkinan akan berproses menjadi sebuah tindakan mokong. Seperti tak mau membayar pajak, tak mau terlibat dengan program-program yang dicanangkan pemimpin. Gerakan samenisme, Ahimsa –Mathma Ghandi, Perlawanan Patuh (tulisan Ariel Hariyanto) apakah sama dengan Perlawanan diam? Tentu beda! Cuma gerakan perlawanannya hampir sama tidak menggunakan tindakan/perlawanan fisik.

Teringat sebuah lukisan Silent Revolvere, yang menggambarkan pura buta, pura tuli, pura bisu atau tak mau tahu terhadap kebijakan penguasa. Kalau dalam peribahasa “anjing menggonggong kafilah berlalu”. Karena pemimpin telah bebal tak punya nurani. Sehingga tak ada cara membangunkan mimpinya, tak ada cara menyadarkannya bahwa jalan yang ditempuh itu keliru. Maka biarkanlah berlaku seperti cerita Abu Nawas, ketika seorang pemimpin telah bebal tak mau terima saran dari rakyat, maka kita iyakan semua tindakan-tindakannya dan acungi dua jempol sekaligus, dan angkat derajatnya tinggi-tinggi, biar suatu saat bila jatuh akan sangat sakit, dan bila masih tetap berkuasa rakyat akan senang melihat hiburan baru, ada badut komedi memerankan penguasa yang bebal. Penguasa bodoh yang diketawai rakyatnya sendiri.

*Penikmat seni apa saja
· · Bagikan · Hapus

    • Pangeran Jingga Wangi Tnpa brgrak! Apa jdnya broo., untuk mrubah hrs brgrak... Smpai kpn brthan trus untuk dtndas...
      04 November 2009 jam 8:56 ·
    • Putri Fajarahny Cacing pun akan menggeliat bila diinjak2.. Masak manusia akan diam aja bila diinjak2 hrga dirinya..
      06 November 2009 jam 13:59 ·
    • Lanang Muria Hanya satu kata "Lawan...!!!"
      13 Desember 2009 jam 6:12 ·

Tidak ada komentar:

Posting Komentar