Selasa, 26 April 2011

MAKAM SANG GURU



Ada seorang Kyai yang mendekati sakaratul maut, karena penyakit komplikasi..gula dan ginjal..sebelum masa ajalnya, ia berwasiat kepada putra sulungnya, agar kelak bila ajal menjemput,
“makamkan aku ditempat yang jauh dari murid2ku, karena aku sangat sayang pada mereka.. aku takut kelak aku dikultuskan dan dikemudian hari pusaraku dikeramatkan, dan dijadikan tempat meminta-minta oleh murid-muridku”
Menjelang matahari tenggelam di ufuk barat. Kyai tersebut meninggal… rame sekali memadati ruangan pondok.. Haris murid yang senior sudah mempersiapkan peralatan kematian dan para penggali kubur pun sudah siap… namun Si Sulung dan kedua adiknya yang memegang amanat tersebut.. menjelaskan kepada murid-muridnya.. agar tidak membututi ketika membawa Jenazah, maka berangkatlah ke empat orang tersebut dengan ambulan menuju ke suatu tempat.. ketiga putra kyai tersebut menggali kuburan buat ayahnya dibantu oleh Haris… setelah pemakaman mereka berempat pulang ke pondokan. Murid-murid yang lainnya merajuk agar diberitahu letak makam gurunya
Dua puluh tahun berikutnya terpetik kabar bahwa makam Kyai itu berganti Nama Ki Gayam Panguripan dan telah menjadi tempat meminta-minta berkah, dan kalau malam dijadikan tempat prostitusi kelas teri (yang hanya pakai gelar tikar), konon katanya setelah melakukan persetubuhan didekat makam tersebut, maka semangat mencari rezekinya bertambah lancar. Maka banyak wanita penjaja cinta memanfatkan tempat tersebut dengan membuka warung remang-remang. Haris menjadi berang.. namun ia teringat amanat gurunya untuk tidak membocorkan tempat pemakamannya, sementara si Sulung dan adiknya yang kedua telah lama meninggal dalam kecelakaan pesawat terbang… tinggal si bungsu dan Haris yang tahu seluk beluk makam tersebut.

Pihak Pemda juga mendengar kabar kepopuleran makam tersebut dan Pemda tahu, bahwa makam itu bisa menjadi asset, karena banyak yang berkunjung/ziarah ke makam itu, otomatis tingkat penghidupan warga sekitar pun bertambah. Melihat perkembangan itu pihak Pemda pun membangun makam tersebut menjadi obyek wisata, meski ditulisi beberapa peringatan besar-besar agar satu, Jangan meminta pada makam ini tapi meminta lah pada Tuhan, kedua, dilarang berbuat maksiat di sekitar makam. Namun pengumuman itu dianggap angin lalu. Hal ini lah yang membikin Haris semakin jengkel bercampur bingung. Mampukah pegang amanat atau tidak ?. Haris pergi menemui Si bungsu, berdiskusi bagaimana cara mengusir praktek kemaksiatan itu.. tanpa menimbulkan kecurigaan murid-murid yang lain yang masih mencari makam gurunya..
Haris mencoba membikin hantu2 an agar para peziarah takut dan tidak mau ke kuburan tersebut. Namun justru dengan adanya hantu2 bikinan Si Bungsu dan Haris malah menambah yakin bahwa makam itu memiliki kekuatan supra yang tinggi..
Haris semakin bingung, tak kuat melihat makam gurunya dijadikan tempat maksiat, maka ia memberitahukan pada teman-temannya prihal letak makam guru sebenarnya. Maka berbondong-bondonglah murid dan alumnus pondok mendatangi makam tersebut, dan meminta pihak Pemda menertibkan lokasi pemakaman gurunya. Terjadilah konflik perebutan makam antara pihak Pemda dan Yayasan Pondok
Tak lama kemudian Haris meninggal dengan tubuhnya kurus karena dibayangi pengkhianatan terhadap wasiat sang guru. Tinggalah Si bungsu yang masih terdiam membisu dan tetap memegang amanat. Sepeninggal Haris, semakin lama penghormatan terhadap makam tersebut semakin berkurang, karena banyak dipakai prostitusi terselubung beberapa murid menemui si Bungsu menanyakan perihal kebenaran makam tersebut.. Si bungsu dihadapkan pada buah simalakama (gak dimakan ayah mati dimakan ibu mati), mempertahankan amanat ayahnya atau membocorkan amanat tersebut.. karena terus didesak akhirnya Si bungsu bilang pada murid-muridnya bahwa temannya Haris telah berbohong, makam gurunya bukan disitu..kemudian didesak lagi untuk menunjukan letaknya.. namun belum sempat dia berucap dadanya berdetak hebat dan sesak nafasnya.. tak lama kemudian Si Bungsu menghumbuskan nafasnya yang terakhir.
Tinggalah murid-muridnya yang masih bersitegang merebutkan makam dengan pihak Pemda..
Makam Ulama atau Ki Gayam Panguripan telah berubah fungsi dari keramat. Setengah keramat menjadi obyek wisata….dan praktek prostitusi terselubung.
Ketidakpastian letak makam sang guru, lama kelamaan membuat murid-murid semakin berkurang berziarah ke makam tersebut. dan bila ditanya dimana makam gurumu?”
Spontan murid-muridnya bilang
“guru kami belum mati, masih ada dalam hati kami”

Aloeth Pathi, Sekarjalak 2009
· · Bagikan · Hapus

    • Muslichin Hn lumayan berbakat...teruskan anaku kau bisa mnjadi pengarang hebat..
      24 Juni 2009 jam 10:11 ·
    • Arsyad Indradi ha ha ha Pathi aku kagum. Ini tema yang mantap. Penuh perjuangan bathin.Sesungguhnya aku bukan menyanjung,namun kau punya potensi menulis cerpen.Semoga terus mengalir karya2mu. Salam.
      11 Agustus 2009 jam 13:48 ·
    • Abah Yoyok Mengingatkan saya pada ritual setiap malam jum'at kliwon di Gunung Kemukus. Intinya mengkeramat makam. Budaya kita sebenarnya terlalu berlebihan terhadap yang namanya "makam". Karena itu saya lebih setuju dengan kalimat spontan para murid2 itu :
      "guru kami belum mati, masih ada dalam hati kami”
      11 Agustus 2009 jam 13:56 ·
    • Abank Juki setiap orang dapat menjadi guru bagi orang lain. oleh karena itu, betul bahwa guru takkan pernah mati. guru akan selalu ada di hati setiap orang yang merasa pernah mendapat didikannya.
      11 Agustus 2009 jam 18:19 ·
    • Penerbit Kakilangit Kencana Wuih... menarik.
      11 Agustus 2009 jam 19:30 ·

Tidak ada komentar:

Posting Komentar